Senin, 05 Oktober 2009

Sejuta Nyanyian Dari Negeri Ibuku

Inilah negeri ibuku,
Tempat sejuta nyanyian menggugus di setiap napas
Sesuci tartil, semurni tilawah
Mereka takkan terdengar indah sampai kau benar-benar
Berniat mendengarkannya

Dengarkan lewat tempik sorak bocah-bocah bermain gundu
Atau aspal jalan mengecup telapak kaki mereka tak beralas
Mengejar layangan kertas. Lepas
Setiap libur, nyanyian berkelindan seperti jentera kapas
Mengejar layangan di pijakan udara bebas
Aku ingin dapat mencipta banyak hari libur
Bukan untuk anak-anak semata
Buat bapak-ibu di kantor mereka juga
Agar nyanyian tambah marak harmoninya

Ada yang bersipongang dari atap-atap masjid
Saban petang semenjak magrib
Tambah panjang tiba lebaran dan maulid
Nyanyian dirubung malam menjelma kupu-kupu
Merembes sampai ubun-ubun seorang nabi tak beribu
Lantas sebagai bulir rindu, mereka berenang di mata danauku
Ah, aku jadi ingat ibuku

Jika olehmu nyanyian itu belum juga bisa terdengar
Mampirlah sejenak ke pasar-pasar
Tempat kompromi pembeli pedagang saling tawar
Cabai dan bawang berbaris di kotak partitur
Mungkin akan ada sergah sumbang dari lapakan ikan
Percayalah, mereka tak sedang merutukimu
Hanya gelombang pasang kadang bikin hati meradang
Aku tahu betapa sulit menjadi nelayan
Karena dulu, ayahku seorang nelayan
Ia suka membawakan berikat-ikat ikan merah berdaging gurih nan lembut itu
Sekarang ayah lebih senang jadi guru
“Melautlah lagi ayah,” pintaku

Sebelum kau pulang ke negerimu, tengoklah aku
Di sini. Di dangau yang lebih hening dari rembulan
Aku simpan nyanyian tak kalah merdu. Untukmu
Bukan yang paling syahdu. Tapi tetap saja untukmu
Selain itu aku tak punya apapun
Tidak pula dangau, apalagi ladang ini
Dulu aku punya, tapi habis dirusak babi
Pernahkah kau diseruduk babi? Aku pernah sekali
Mataku berkunang, sendiku bersenyar
Setelah itu tak ingat apa-apa lagi
Andai kita telah saling kenal sebelum itu
Mungkin aku hanya akan ingat dirimu

Ada lebih lagi nyanyi-nyanyian dari negeri ibuku
Memang tak sampai berbilang sejuta
Tapi sedikit mendekati itu angka
Barangkali di negerimu ada nyanyian serupa
Bahkan mungkin lebih merdu
Namun tetap saja, nyanyi-nyanyian ini berasal dari negeri ibuku

Kata ayah : “negeri ini baskom bak cekung rahim perempuan”
Apakah itu jawabnya, mengapa aku selalu mendengar suara-suara saat hujan?
Suara tangis. Persis seperti perempuan
Mungkin rintihnya senyaring ketika aku dilahirkan
“Maka sayangilah ia,” pesan ayah kemudian
“Jangan biarkan menangis. Tidak sedetikpun
Walau hujan sedang turun
hahahahaaha kerenkan w, anca gtu looooooooooh ....”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar