Minggu, 11 April 2010

MENGANALISA PASAR TRADISONAL DALAM MENGAHADAPI PERSAINGAN PASAR MODERN

MENGANALISA PASAR TRADISONAL DALAM MENGAHADAPI PERSAINGAN PASAR MODERN

Di tengah ketatnya persaingan ekonomi dunia, Indonesia mencoba gaya ekonomi ala liberal. Gaya ekstrem ini memang di satu sisi menguntungkan penguasa-pengusaha lokal, namun pada sisi yang lain hal ini merupakan "lonceng kematian" bagi masyarakat khususnya menengah ke bawah.

Hal ini ditandai dengan semakin pesatnya ekspansi penanaman modal asing (PMA). Dengan adanya PMA ini maka yang terjadi dalam perekonomian masyarakat adalah berdampak negatif. Bentuk-bentuk penanaman modal seperti ini akhir-akhir ini kita jumpai dalam persaingan pasar modern dengan pasar tradisional.

Ekspansi Pasar Modern

Dalam pembangunan tata ruang kota, pemerintah kota (pemko) sering menerjemahkan bahwa kota yang aman dan bersih adalah kota yang jauh dari huni-hunian tradisional. Sangat jelas dapat kita lihat misalnya pada penggusuran pedagang-pedagang kaki lima yang dianggap mengganggu, alasannya lalu lintas macet.
Tidak bisa dipungkiri antara pedagang dengan satpol PP pun sering adu mulut. Ini mengindikasikan bahwa hal-hal yang berbau pasar tradisional seolah tidak relevan lagi dengan iklim perekonomian masa kini. Padahal sumbangan dari pemasukan pasar tradisional juga tergolong tinggi.
Gedung-gedung tinggi dan mencolok adalah yang diprioritaskan dalam pembangunan tata ruang kota dengan persepsi pemasukan yang kencang dan masif. Dan sebagai pasar pertukaran barang jadi ataupun bahan baku pasar modern menjadi menu utama. Pasar modern dengan sistem penanaman modal asing pada umumnya lebih menyita perhatian konsumen. Di mana dalam sistem perbelanjaan modern seperti ini bukan lagi sibuk tawar-menawar barang sebagaimana di pasar tradisional, melainkan juga menjadi ajang cuci mata.
Indonesia merupakan sebuah negara yang sangat besar penduduknya di dunia. Bangsa Indonesia juga terkenal sebagai negara yang konsumeris. Dengan demikian, negara ini sangat tepat menjadi tempat pembuangan produk-produk asing yang dijual dengan harga mahal ataupun murah. Padahal bahan bakunya adalah dari dalam negeri sendiri.
Semakin terjepitnya pasar tradisional yang berdampak langsung pada penurunan tingkat pendapatan masyarakat adalah disebabkan menjamurnya pasar modern seperti, Hypermarket, Carrefour, Indomaret dan sebagainya. Umpamanya di Jakarta, pertumbuhan gerai minimarket yang mencapai 254,8 persen, yakni dari 2058 gerai pada tahun 2003 menjadi 7301 gerai pada tahun 2008, sementara jumlah pasar tradisional dalam kurun lima tahun tersebut cenderung stagnan (Kompas, 15/3/2010). Selain itu, dengan tersisihnya pasar tradisional yang menyerap usaha nonformal dan informal akibatnya sebanyak 18.860 pedagang dan pengusaha kecil gulung tikar.
Artinya, dengan hadirnya pasar modern berarti pasar tradisional akan kalah bersaing. Nasib ratusan bahkan jutaan pedagang pasar tradisional secara keseluruhan di negara kita akan mengalami kemerosotan. Maka sisi perekonomian keluarga akan tertekan secara signifikan dengan bertambahnya angka pengangguran.
Jangankan di Jakarta, di Medan yang sangat dekat berada di depan mata secara langsung telah disandingkan duduk bersama antara pasar tradisional yang telah lebih dulu eksis dengan pasar modern. Buktinya, Carrefour yang kedua di Medan itu dibangun langsung bersebelahan dengan Pasar Sembada di Pasar Lima Padang Bulan. Dampak dari hadirnya pasar modern ini secara perlahan sudah mematikan pedagang kaki lima maupun pedagang grosiran di sekitar Pasar Sembada.
Lagi-lagi ini adalah bentuk penindasan dengan gayanya tersendiri. Bahwa hadirnya pasar modern bukanlah membantu untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat. Justru sebaliknya mematikan. Sangat ironis. Apa kata mereka yang sudah dilindas kekuatan raksasa, hanyalah pasrah tanpa perlawanan.
Lalu siapakah yang bertanggung jawab terhadap nasib rakyat bangsa ini? Mengharap tangan dingin pemerintah saat ini yang begitu riskan, sepertinya hanyalah sebuah mimpi. Akhirnya rakyat tetap menjadi bulan-bulanan penguasa-pengusaha.

Pasar Tradsional

pasar tradisional sangat ditentukan pelanggan yang se-level dengan kondisi koceknya. Dalam arti apabila kocek para pelanggan masih mencukupi, maka pasar tradisional pun akan hidup. Sementara hadirnya pasar modern tidak mempedulikan siapa pelanggannya. Yang ada mereka menyediakan pelayanannya sesuai dengan konsep modern entah itu mahal ataupun murah penting untung tetap menumpuk ke kantong pemodal.

Sumber : http://www.analisadaily.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar